Ketenangan adalah kebutuhan setiap orang. Tidak kaya, tidak miskin, tidak pejabat, tidak buruh; semua menginginkan sebuah ketenangan. Bagaimana tidak, seseorang rela mengeluarkan uang banyak demi perasaannya yang gundah untuk bisa tenang. Orang rela pergi jauh dari suatu tempat ke tempat lain yang jaraknya ratusan kilometer untuk membuat diri rileks & bahagia, & akhirnya tenang juga. Kadang perasaan tidak karuan merasa dag dig dug, jangan-jangan, jangan-jangan… Banyak sekali jangan jangan. Perasaan was-was selalu menghantui.
Ketenangan, di mana sebenarnya? Apakah di kantor? Apakah di gunung? Apakah di pantai? Apakah di pasar? Apakah di tempat ibadah? Apakah di gua? Banyak kemungkinan jawaban kalau diteruskan. Namun yang jelas ketenangan didapat & hanya dirasakan oleh manusia yang pernah merasakannya sendiri. Sebuah perasaan damai & rileks. Perasaan cukup, perasaan aman tidak was-was dengan segala hal negatif yang belum terjadi.
Indikasi ketenangan adalah terlihatnya pancaran keramahan & ketidakgugupan dalam bertindak. Rasio akal selalu dipergunakan sebelum mengambil keputusan. Tenang & tenang. Seberat apapun masalah dihadapi dengan tenang & perasaan PD.
Bagaimana mencari ketenangan? Doktor Norman V. Peale (1996) dalam bukunya, Berpikir Positif, mengatakan bahwa doa adalah kekuatan terbesar dalam memecahkan masalah pribadi seseorang. Ada kekuatan dahsyat yang terkandung dalam sebuah doa. Mungkin bagi orang yang belum pernah mencoba kedahsyatan doa boleh mencoba mempraktekkan nasihat ini. Kalau perasaan tidak tenang coba kembalikan semuanya kepada Tuhan semesta alam. Mencoba selaras dengan alam. Mengikuti air mengalir. Pasrahkan & adukan segala hal yang ada. Perasaan amburadul & seabreg perasaan tak menentu lainnya. Serahkan seratus persen pada Sang Pencipta. Rasakan bahwa diri ini tidak berdaya apapun & lemah tak memiliki kekuatan. Biarkan Tuhan yang menyelesaikan. Tanpa ba..bi..bu, bagaimana nanti, bagaimana nanti… serahkan segalanya. Percayalah pada kasih-Nya.
Selain itu, coba pula kebiasaan dari Dale Carnigie, tokoh kenamaan Amerika yang biasa ke gereja ketika keadaan lagi super sibuk. Ini karena dia benar-benar ingin mengendalikan waktu, bukan dikendalikan oleh waktu. Dia menghabiskan waktu sekitar seperempat jam untuk menenangkan diri dari rutinitas yang terus menyita waktunya.
Bagaimana seorang Carnegie yang seorang pengusaha terkenal & kaya malah akan segera pergi ke tempat yang tenang seperti di gereja untuk menenangkan diri di saat pekerjaanya sangat menumpuk? Bandingkan dengan kebiasaan kita yang cenderung malah mengatakan “tanggung” kalau ada pekerjaan. Apakah ada diantara kita yang sering meninggalkan shalat ketika adzan memanggil & lebih mementingkan pekerjaan dengan alasan “lagi tanggung?”
Melalui doa, kita diajarkan untuk khusuk & tenang. Lepaskan sejenak segala beban yang mungkin sedang kita rasakan & pasrahkan pada Tuhan Sang Pencipta. Diamlah sejenak. Hayati keheningan. Rasakan kedamaian & tenanglah… rileks.
Jadi, ketenangan bisa dirasakan oleh yang merasakannya sendiri. Mencoba selaras dengan alam, jujur pada diri sendiri, pasrahkan segalanya pada Tuhan, & jeda sejenak dikala tugas menumpuk mungkin sebagai langkah kecil untuk mencoba meraih ketenangan.
Beberapa hal berikut ini juga mungkin layak kita pertimbangkan untuk menenangkan hati & pikiran:
1. Relaksasi
Melakukan relaksasi terbukti dapat membuat seseroang menjadi tenang dalam menghadapi berbagai situasi yang kurang menyenangkan atau penuh tekanan. Relaksasi dapat dilakukan dengan berbagai variasi, misalnya menarik nafas dalam-dalam, melakukan latihan-latihan ringan untuk mengendurkan otot-otot, atau pun dengan kata-kata: “rileks; tenang aja; take it easy; gak apa-apa kok”.
2. Humor
Meskipun amarah merupakan suatu hal yang serius tetapi jika kita mau merenungkan atau mencermatinya secara mendalam maka tidak jarang di dalam kemarahan seringkali tersimpan hal-hal yang bisa membuat kita tertawa. Bahkan seringkali kita menemukan bahwa hal-hal yang menjadi penyebab kemarahan adalah suatu hal yang lucu & sangat sepele. Namun demikian dalam penggunaan humor hendaklah perlu diperhatikan 2 hal:
1) jangan menggunakan humor hanya untuk mentertawakan masalah yang sedang kita hadapi tetapi gunakan humor sebagai suatu cara yang konstruktif untuk menyelesaikan masalah
2) jangan menggunakan humor-humor yang bersifat kasar atau sarkastik sebab hal itu merupakan bentuk ekspresi kemarahan yang tidak sehat.
3. Mengubah Cara Pandang
Individu yang sedang marah cenderung mengumpat, mengutuk, menyumpah & mengucapkan berbagai macam kata-kata yang menggambarkan perasaan di dalam hatinya. Ketika sedang marah maka pikiran & tindakan kita dapat menjadi berlebihan & dramatis. Oleh karena itu, cobalah mengubah pikiran-pikiran yang berlebihan tersebut dengan sesuatu yang rasional. Contoh: daripada kita mengatakan: “ah, ini sangat mengerikan, hancur semuanya, ini adalah mimpi buruk bagi saya”, cobalah mengubahnya dengan : “ya memang hal ini membuat saya frustrasi, & saya bisa memahami mengapa saya menjadi marah, tetapi ini bukanlah akhir dari segala-galanya bagi saya & kemarahan tidak akan mengubah apa-apa”.
Mengingat bahwa amarah seringkali berubah menjadi irasional maka untuk mengendalikannya dibutuhkan pemikiran yang logis. Semakin kita bisa berpikir logis (bisa mempertimbangkan akibatnya & berpikir jauh ke depan, dsb) maka akan semakin mudah bagi kita untuk mengendalikan amarah dalam diri. Ingatkan diri kita bahwa apa yang sedang terjadi pasti tidak hanya dialami oleh kita seorang diri & dunia tidak pernah berpaling dari kita. Apa yang sedang terjadi hanyalah merupakan suatu “tinta merah” dalam kehidupan. Ingat-ingat akan hal ini setiap kali kita merasa marah agar bisa mendapat pandangan yang lebih seimbang.
4. Selesaikan Masalah Secara Tuntas
Mengingat bahwa kemarahan bisa dipicu oleh hal-hal yang datang dari dalam diri seperti adanya masalah yang belum terselesaikan, maka akan sangat baik jika kita menyelesaikan setiap masalah yang muncul sesegera mungkin & tuntas. Dengan berkurangnya beban psikologis dalam diri kita maka kemungkinan menjadi marahpun akan berkurang.
5. Melatih Cara Berkomunikasi
Dalam banyak kasus orang menjadi marah karena kegagalan dalam berkomunikasi. Contoh: ketidaksiapan dalam menghadapi perbedaan pendapat, tidak bersedia menjadi pendengar atau pun selalu berusaha memaksakan kehendak pada orang lain. Hal-hal seperti inilah yang biasanya membuat orang yang marah cenderung mengambil kesimpulan secara tergesa-gesa & kesimpulan tersebut seringkali tidak tepat.
Meskipun setiap individu berhak untuk membela diri ketika dikritik atau diajak adu argumentasi, namun untuk itu diperlukan ketenangan & sikap untuk tidak merespon secara terburu-buru. Ada baiknya kita mendengarkan secara cermat apa yang ingin disampaikan oleh orang lain, bahkan ketika orang tersebut mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan kita. Hal ini memang memerlukan kesabaran & sikap rendah hati dari kita, tetapi dampaknya akan sangat bermanfaat sebab ketika tidak timbul amarah dalam diri kita, maka situasi yang ada pasti dapat dikendalikan. Hasil positifnya, kita menjadi lebih matang dalam berkomunikasi.
6. Mengubah Lingkungan
Apa yang dimaksudkan dengan mengubah lingkungan dapat berupa penataan kembali tempat tinggal ataupun tempat kerja kita. Mengubah lingkungan dapat juga berarti merubah aturan main yang berlaku di lingkungan tersebut & juga termasuk mengubah kebiasaan diri kita sendiri untuk menghindari lingkungan yang tidak menyenangkan atau keluar dari lingkungan tersebut untuk sementara waktu. Contoh: daripada kita menjadi marah-marah kepada rekan kerja karena jenuh dengan kondisi kerja yang ada, maka ada baiknya kita mengambil cuti kerja & pergi ke suatu tempat untuk menenangkan diri. Dengan cara ini maka pikiran kita akan menjadi fresh kembali & siap bekerja dengan lebih tenang.
Selamat menikmati hati & pikiran yg lebih tenang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar